Kerajaan-Kerajaan Hindu Budha di Indonesia - Agama dan kebudayaan Hindu-Buddha yang berasal dari India menyebar ke
Asia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pengaruh Hindu-Buddha sangat
besar sehingga muncul kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Banyak
kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan-kerajaan tersebut
ialah Kutai, Tarumanegara, Holing, Sriwijaya, Mataram Kuno, Kanjuruhan,
Singosari, Kediri, Sunda, Bali, dan Majapahit. Beberapa di antaranya
akan dijelaskan berikut ini.
a. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur, daerah
Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam. Berdasarkan informasi yang ditemukan
pada tujuh prasasti berupa yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa,
dengan bahasa Sanskerta, diketahui bahwa Kutai merupakan kerajaan Hindu
tertua di Indonesia. Kerajaan yang dikenal juga dengan sebutan Negeri
Tujuh Yupa diperkirakan berdiri pada tahun 400 M. Dalam prasasti
tersebut terdapat informasi yang menyangkut kehidupan politik,
pemerintahan, sosial, budaya, dan ekonomi Kerajaan Kutai
Raja pertama yang memerintah Kutai bernama Kudungga. Raja Kudungga
memiliki putra bernama Aswawarman. Aswawarman memiliki putra Mulawarman.
Dilihat dari nama, Kudungga bukanlah nama Hindu, tetapi nama Indonesia
asli. Nama Aswawarman dan Mulawarman adalah nama-nama berbau Hindu.
warman berarti pakaian perang. Penambahan nama itu diberikan dalam
upacara penobatan raja secara agama Hindu. Keluarga Kudungga pernah
melakukan upacara Vratyastoma, yaitu upacara Hindu untuk penyucian diri
sebagai syarat masuk pada kasta Ksatria. Berdasarkan nama dan gelar yang
disandangnya, Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu berawal dari
pemerintahan Aswawarman. Setelah Raja Aswawarman, Kutai diperintah oleh
Mulawarman, putranya pada abad ke-4. Raja Mulawarman disebutkan sebagai
seorang raja besar yang sangat mulia dan baik budinya. Pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kutai merupakan kerajaan yang kaya dan makmur.
Sang Raja memberikan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
b. Kerajaan Tarumanegara
Pada pertengahan abad ke-5 M, di
daerah lembah Sungai Citarum, Jawa Barat terdapat kerajaan bernama
Tarumanegara (Kerajaan Taruma). Tarumanegara merupakan kerajaan tertua
di Jawa. Jika berita tentang Kutai kita peroleh dari yupa, berita
tentang Tarumanegara kita peroleh dari prasasti dan berita Cina. Ada
tujuh prasasti yang memuat tentang Kerajaan Tarumanegara. Perhatikan
tabel prasasti berikut ini.
Dari catatan seorang musafir Cina, Fa-Hien, diperoleh keterangan bahwa
pada tahun 414, terdapat kerajaan bernama To-lo-mo. Fa-Hien yang sedang
melakukan perjalanan menuju India dan singgah di Ye-po-ti (Jawa) di
To-lo-mo banyak terdapat orang Hindu, ada juga orang Buddha.
Dikatakan
juga bahwa raja mempunyai kekuasaan sangat besar karena raja dianggap
sebagai keturunan dewa.
c. Kerajaan Ho-ling
Keberadaan kerajaan ini diketahui dari
kitab sejarah Dinasti Tang (618-906). Diperkirakan Kerajaan Ho-ling atau
Kaling terletak di Jawa Tengah. Nama ini
diperkirakan berasal dari nama sebuah kerajaan di India, Kalingga. Tidak
ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dari kerajaan ini. Menurut
Berita Cina, kotanya dikelilingi dengan pagar kayu, rajanya beristana di
rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap; tempat duduk sang raja
ialah peterana gading. Orang orangnya sudah pandai tulis menulis dan
mengenal ilmu perbintangan. Dalam Berita Cina disebut adanya Ratu His-mo
atau Sima, yang memerintah pada tahun 674. Beliau terkenal sebagai raja
yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas. Pada
masa ini, agama Buddha berkembang bersama agama Hindu. Hal ini dapat
terlihat dengan datangnya pendeta Cina Hwi Ning di Kaling dan tinggal
selama tiga tahun. Dengan bantuan seorang pendeta setempat yang bernama
Jnanabhadra, Hwi Ning menterjemahkan kitab Hinayana dari bahasa
Sanskerta ke bahasa Cina.
d. Kerajaan Sriwijaya
Kata sriwijaya berasal dari kata sri =
mulia dan kata wijaya = kemenangan. Kemenangan yang dimaksud di sini
ialah kemenangan Dapunta Hyang dalam melakukan perjalanan suci (manalp
siddhayatra). Kerajaan ini berdiri pada abad ke-7 M. Pusat Kerajaan
Sriwijaya berada di Palembang. Seperti halnya Kutai dan Tarumanegara,
keberadaan Sriwijaya juga diketahui dari prasasti dan Berita Cina. Dari
tempat ditemukannya prasasti yang menyebutkan tentang Sriwijaya, dapat
diketahui bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan besar. Ada sembilan
prasasti yang menceritakan tentang keberadaan Sriwijaya. Tiga di
antaranya ditemukan di luar negeri.
Sriwijaya mencapai kemajuan di segala aspek kehidupan masyarakat ketika
diperintah Raja Balaputradewa. Balaputradewa bahkan sudah menjalin
hubungan dengan Kerajaan Benggala dan Kerajaan Chola di India. Pada masa
Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat perdagangan dunia di
Asia Tenggara dan menjadi pusat perkembangan agama Buddha. Ia mendirikan
Universitas Nalanda untuk mendidik para biksu dan bikhuni dengan murid
berasal dari Jawa, Cina, Campa, Tanah Genting Kra, bahkan India. Selain
prasasti, informasi tentang Sriwijaya banyak diperoleh dari catatan
Dinasti Tang di Cina dan dari catatan I Tsing, seorang musafir Cina yang
belajar paramasastra Sanskerta di Sriwijaya. Dinasti Tang mencatat
bahwa utusan Sriwijaya pernah datang ke Cina, yaitu tahun 971, 972, 975,
980, dan tahun 983. Itulah sebabnya ditemukan catatan tentang Sriwijaya
dalam Prasasti Kanton.
Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya berperan sebagai pusat pengembangan
ilmu pengetahuan dan agama Buddha di Asia Tenggara. I Tsing belajar tata
bahasa Sanskerta dan teologi Buddha di Sriwijaya. I Tsing menerjemahkan
kitab kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Cina. Sriwijaya juga
terkenal sebagai kerajaan maritim dan memiliki armada laut.
Perhatikanlah Peta Kerajaan Sriwijaya. Sebagai kerajaan maritim,
Sriwijaya merupakan pusat perdagangan di Asia Tenggara karena menguasai
dua selat besar yang penting dalam perdagangan, Selat Malaka dan Selat
Sunda.
Sriwijaya mulai mengalami kemunduran setelah mendapat serangan
dari Dharmawangsa (992), Rajendra Coladewa dari Kerajaan Colamandala
(1023, 1030, dan tahun 1060), Kertanegara (1275), dan Gajah Mada (1377).
Sriwijaya akhirnya hancur ketika Majapahit mulai berkembang di Jawa.
e. Kerajaan Mataram Kuno
Seperti
keberadaan kerajaan-kerajaan sebelumnya, keberadaan Kerajaan Mataram
Kuno ini pun kita ketahui dari prasasti-prasasti yang ditemukan. Cukup
banyak prasasti yang berisi informasi tentang Mataram. Di samping
prasasti, informasi tentang Mataram juga dapat diperoleh dari
candi-candi, kitab cerita Parahyangan (Sejarah Pasundan), dan Berita
Cina. Kerajaan yang diperkirakan berdiri pada abad ke-7 ini terletak di
daerah pedalaman Jawa Tengah, kemungkinan besar di daerah Kedu sampai
sekitar Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang ditemukan). Kerajaan
yang terletak di antara pegunungan dan sungai-sungai besar seperti
Bengawan Solo ini mula-mula diperintah oleh Raja Sanna.
Raja Sanna
kemudian digantikan oleh Raja Sanjaya. Sanjaya adalah seorang raja yang
bijaksana. Pada masa pemerintahannya, rakyatnya hidup makmur. Pada masa
pemerintahan Sanjaya, ada dinasti lain yang lebih besar, yaitu Dinasti
Syailendra. Keluarga Sanjaya beragama Hindu dan keluarga Syailendra
beragama Buddha. Setelah Sanjaya, Mataram kemudian diperintah oleh
Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Dari namanya,
raja ini berasal dari kedua keluarga tersebut. Setelah Panangkaran,
Mataram terpecah menjadi Mataram Hindu dan Mataram Buddha.
Namun, pada tahun 850, Mataram kembali bersatu dengan menikahnya
Rakai Pikatan dan Pramodharwani, putri keluarga Syailendra. Setelah
Pikatan, Mataram diperintah oleh Balitung (898—910) yang bergelar Sri
Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung. Balitung adalah raja terbesar
Mataram. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada
masanyalah dibuat prasasti yang berisi nama-nama raja sebelumnya sampai
dirinya. Setelah Balitung, berturut-turut memerintah Daksa ( 910—919),
Tulodong (919 —924), dan Wawa (824 —929). Mataram kemudian diperintah
oleh Sindhok (929 — 949) keponakan Wawa dari keluarga Ishana karena Wawa
tidak mempunyai anak.
Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti
Sanjaya. Sindhok kemudian memindahkan ibu kota kerajaan ke Jawa Timur
karena (1) sering meletusnya Gunung Merapi, dan (2) Mataram sering
diserang oleh Sriwijaya. Kerajaan Mataram di Jawa Timur ini sering
disebut Kerajaan Medang. Mpu Sindhok merupakan penguasa baru di Jawa
Timur dan mendirikan wangsa Icyana. Keturunan Mpu Sindok sampai
Airlangga tertulis di Prasasti Calcuta (1042) yang dikeluarkan oleh
Airlangga. Setelah Sindhok, Raja Dharmawangsa (991—1016) bermaksud
menyerang Sriwijaya, tapi belum berhasil. Pemerintahannya diakhiri
dengan peristiwa pralaya, yaitu penyerangan raja Wora Wari.
Pengganti Dharmawangsa adalah Airlangga, menantunya, yang
berhasil lolos dari peristiwa pralaya. Airlangga berhasil membangun
kembali kerajaan Medang di Jawa Timur. Airlangga terkenal sebagai raja
yang bijaksana, digambarkan sebagai Dewa Wisnu. Pada akhir
pemerintahannya Airlangga membagi kerajaannya menjadi Jenggala
(Singosari) dan Panjalu (Kediri). Namun, kerajaan yang bertahan adalah
kerajaan Kediri. Airlangga wafat pada tahun 1049. Dengan demikian,
berakhirlah Kerajaan Mataram Kuno.
f. Kerajaan Kediri dan Singosari
Setelah
Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua, sejarah selanjutnya dari
kerajaan-kerajaan ditandai oleh perebutan kekuasaan. Pada waktu terjadi
pembagian kerajaan Airlangga, Samarawijaya sebagai raja Panjalu dengan
ibu kota Daha dan Panji Garasakan sebagai raja Jenggala dengan ibu kota
Kahuripan. Terjadi perang saudara di antara keduanya (1044-1052).
Kemenangan Kediri atas Jenggala membuat Kediri menjadi satu-satunya
kerajaan di Jawa Timur dengan kekuasaan meliputi hampir seluruh
Indonesia timur. Semua itu terjadi pada masa pemerintahan Raja
Jayeswara.
Raja
Kediri yang terkenal ialah Jayabaya (1130-1160) yang terkenal dengan
Ramalan Jayabaya. Raja terakhir Kediri ialah Kertajaya. Pada masa
pemerintahannya, Kertajaya ingin dihormati dan disembah seperti dewa.
Hal ini membuat para Brahmana tidak senang dan mereka minta perlindungan
kepada Ken Angrok (sering disebut Arok) dari Tumapel.
Ken Arok akhirnya
dapat mengalahkan Kertajaya pada tahun 1222. Dengan demikian,
berakhirlah Kerajaan Kediri. Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan
Singosari. Perebutan kekuasaan menjadi ciri khas kerajaan yang didirikan
oleh Ken Arok (1222-1227). Keberadaan Kerajaan Singosari diketahui dari
kitab Pararaton dan kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Prapanca.
Sejarah Singosari dimulai dengan tindakan Ken Arok membunuh Tunggul
Ametung, akuwu di Tumapel. Ken Arok yang beristrikan Ken Umang kemudian
menikahi istri Tunggul Ametung, Ken Dedes. Ken Dedes diramalkan akan
menurunkan raja-raja besar. Ken Arok kemudian dibunuh oleh Anusapati
(anak tirinya). Anusapati memerintah selama 21 tahun, 1227-1248.
Kemudian, Tohjaya, anak Ken Arok dan Ken Umang, membunuh Anusapati pada
tahun 1248. Wisnuwardhana, anak dari Anusapati, membunuh Tohjaya dan
memerintah sampai tahun 1268. Wisnuwardhana kemudian digantikan oleh
Kertanegara.
Kertanegara
adalah raja Singosari yang sangat terkenal. Dia memerintah sampai tahun
1292. Kertanegara bercita-cita menyatukan Nusantara di bawah Singosari.
Pada masa Kertanegara, datang seorang utusan dari negeri Cina, yaitu
Kubilai Khan. Raja Kertanegara juga mengadakan ekspedisi Pamalayu tahun
1275, menguasai Kerajaan Melayu dengan tujuan menghadang serangan
tentara Cina agar peperangan tidak terjadi di wilayah Kerajaan
Singasari. Dia banyak mengirimkan armadanya ke luar Singosari. Namun,
hal itulah yang kemudian menyebabkan kejatuhannya. Ketika sebagian besar
armadanya keluar Singosari, dia diserang oleh Jayakatwang dari Kediri.
Kertanegara tewas, tetapi menantunya, Raden Wijaya lolos karena sedang
tidak berada di istana. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan
Majapahit.
Dari catatan saudagar Cina, Kho Ku Fei pada tahun 1200,
diketahui bahwa pada masa pemerintahan Jayabaya, Kediri telah memiliki
mata uang emas dan aturan pajak yang teratur. Pada masa Jayabaya pula
dihasilkan cerita Gatutkacasraya dan Hariwangsa yang ditulis oleh Mpu
Panuluh dan kitab Baratayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah. Ku Fei juga
mencatat bahwa pada masa ini telah dihasilkan sejumlah candi, antara
lain Candi Panataran dan Candi Tuban. Pada masa Singosari, Ken Arok
telah mengembangkan perekonomian rakyatnya. Kehidupan masyarakatnya aman
dan sejahtera. Ken Arok membuat patung Ken Dedes dan beberapa candi.
g. Kerajaan Majapahit
Tidak seperti kerajaan-kerajaan sebelumnya,
sumber-sumber tentang keberadaan Majapahit banyak ditemukan, antara lain
melalui prasasti, kitab-kitab, dan beritaberita Cina. Majapahit
didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara dari Singosari.
Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja pada tahun 1293. Raden Wijaya
bergelar Kertarajasa Jaya Wardana (1293 1309 M). Beliau menikah dengan
keempat puteri Kertanegara, yaitu: Dyah Dewi Tribuwaneswari
(permaisuri), Dyah Dewi Narendraduhita, Dyah Dewi Prajnaparamita, Dyah
Dewi Gayatri. Langkah Raden Wijaya mengawini putri Kertanegara diduga
berlatar belakang politik, agar tidak terjadi perebutan kekuasaan dan
seluruh warisan jatuh ke tangannya.
Raden
Wijaya adalah raja yang bijaksana. Semua pengikut Raden Wijaya diberi
jabatan sesuai jasanya. Nambi diangkat menjadi patih. Ronggolawe
diangkat menjadi Bupati Tuban. Sora diangkat sebagai Tumenggung. Kepala
desa Kudadu diberi Cima di Kudadu. Raden Wijaya kemudian digantikan oleh
Jayanegara atau Kala Gemet pada tahun 1309, beliau merupakan raja yang
lemah. Pada masa pemerintahan Jayanegara, terjadi serangkaian
pemberontakan: Ranggalawe (1231), Lembu Sora (1311), Jurudemung (1313),
Nambi (1316), dan Kuti (1319). Pemberontakan-pemberontakan tersebut
dapat dipadamkan karena jasa Gajah Mada. Jayanegara akhirnya dibunuh
oleh Tanca, tabib istananya, pada tahun 1328. Gajah Mada kemudian
membunuh Tanca. Seharusnya Gayatri, putri bungsu Raden Wijaya, berhak
menjadi raja. Tetapi karena Gayatri memilih bertapa,
Tribuwanatunggadewi, putrinya diangkat menjadi raja ketiga bergelar
Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardani.
Pada masa ini, terjadi
pemberontakan Sadeng dan Kesa, tapi semuanya dapat diatasi oleh Gajah
Mada. Pada tahun 1350, Gayatri wafat. Tribuwanatunggadewi segera turun
tahta dan digantikan oleh putranya, yaitu Hayam Wuruk (artinya ayam
jantan muda) yang masih berusia 16 tahun. Hayam Wuruk merupakan raja
yang membawa Majapahit mencapai puncak kejayaan. Dengan didampingi
Mahapatih Gajah Mada, Hayam Wuruk menjadikan Majapahit sebagai kerajaan
yang sangat besar. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa, Nusa Tenggara,
Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Malaka, dan Tumasik (Singapura)
serta Papua Barat.